Mendambakan Pantai Gedambaan (Catatan Perjalanan ke Kotabaru)
Tahun 2023, ketika kami sedang berkemah di Gunung Mawar, terlontarlah secara spontan keinginan untuk berwisata ke Kotabaru. Sebuah tempat yang bagi saya dan satu orang teman lainnya belum pernah kami datangi. Hanya sering mendengarnya dari ucapan orang-orang atau dari media sosial tentang pantainya yang indah.
Saya tak menganggap serius hal itu. Saya anggap hanya angan-angan saja untuk sekadar membangun obrolan di antara kami di tengah malam yang semakin sunyi.
Di tahun berikutnya, keinginan tersebut ternyata benar-benar terwujud. Kami menindaklanjuti apa yang dulu sudah pernah direncanakan.
Ide berwisata ke Kotabaru sebenarnya hampir saja batal. Ini karena jalur yang ingin kami lalui ternyata sedang longsor. Padahal melalui jalur tersebut akan membuat perjalanan semakin cepat. Teman saya menawarkan untuk mengubah tujuan wisata yang lebih dekat. Namun dengan berbagai pertimbangan, kami tetap memilih Kotabaru.
Perjalanan menuju Kotabaru kami tempuh hampir selama 13 jam. Estimasi waktu ke sana sebenarnya hanya sekitar 9 jam dengan catatan tidak banyak singgah. Berbeda dengan kami yang memang sering berhenti, baik untuk solat, buang air, makan, mengunjungi beberapa tempat terlebih dahulu, hingga menunggu jadwal kapal berlayar. Sebelum berangkat, kami juga harus mengambil perlengkapan camping di tempat penyewaan. Hal itu turut memakan waktu kami.
Kondisi jalan dari tempat saya menuju Kotabaru bermacam-macam. Mulai dari jalan lebar, sempit, mulus, rusak, dalam perbaikan, lurus, berkelok, hingga naik turun. Karena melewati beberapa kabupaten, tentu kondisi jalan sangat beragam. Namun secara umum, perjalanan ke sana cukup lancar kami tempuh melewati jalur darat.
Selain melewati jalur darat, kita juga harus melewati jalur air atau kapal. Hal ini karena letak geografis Kotabaru terpisah dengan daratan Kalimantan. Waktu tempuh menggunakan kapal kurang lebih 30 menit. Namun menunggu jadwal keberangkatan kapal yang terkadang bisa sangat lama. Hal ini kami alami ketika ingin pulang. Kami harus menunggu sekitar 3 jam karena begitulah jadwal keberangkatan kapal. Hadeuh.
- Baca Juga: Masjid Bambu Kiram; Unik dan Eksotik
Pantai Gedambaan
Kami akhirnya tiba di Pantai Gedambaan sekitar pukul 10 malam. Setelah membayar biaya masuk sebesar 11 ribu per orang (kalau tidak salah ya) dengan penjaga di pos, mobil kami memasuki kawasan Pantai Gedambaan yang penuh dengan lampu. Suasanya sepi. Hanya terdengar suara ombak di kejauhan. Mungkin karena kami datang tidak di akhir pekan.
Pantai Gedambaan tepatnya berada di Desa Gedambaan, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru. Kami memilih pantai ini dengan beberapa alasan. Salah satunya karena dari segi fasilitas di pantai ini yang sudah cukup baik.
Ketika kami sampai, air laut masih surut. Ini membuat pasir pantai terlihat lebih luas. Kami bisa berjalan dengan leluasa di pasir yang pagi nanti akan digenangi air laut. Ombak terdengar di kejauhan sana.
Hari sudah semakin malam. Setelah menemukan lokasi yang tepat, kami pun mendirikan tenda. Setelah itu, beberapa dari kami ada yang langsung tidur dan sebagian lainnya memasak.
Paginya, kami langsung menikmati ombak di pantai. Kebetulan kemah kami berada tepat di bibir pantai. Ketika keluar kemah, kaki akan langsung menginjak pasir dan disapa air laut Kotabaru. Inilah yang disebut “bangun tidur, kuterus mandi”, hehe. Mantap lah pokoknya.
Di sini kami juga bisa menyaksikan matahari terbit. Indah sekali.
Pantai ini cukup panjang dengan pasir berwarna putih. Air lautnya jernih dan hangat. Ombak selalu datang seolah saling berkejaran.
Ada banyak pepohonan di sepanjang pantai. Kita bisa menikmati pemandangan pantai dengan menggelar karpet/tikar di bawah pepohonan yang teduh ini.
Satu hal yang saya suka, pantai ini bersih. Tidak ada sampah di pasir atau airnya. Saat pagi tadi, saya memang melihat petugas kebersihan yang sigap mengerjakan tugasnya. Karena itulah kebersihan di pantai ini bisa terjaga.
Setelah puas bermain air, saatnya mengisi perut. Di sini sangat mudah mencari makanan dan minuman. Ada banyak warung makan yang tersedia.
Selain warung, fasilitas lainnya, yaitu gazebo, villa, musholla, kantor pusat informasi, ayunan, toilet, dan kamar mandi. Untuk gazebo sendiri tersedia cukup banyak dan boleh kita gunakan tanpa dikenakan biaya lagi.
Namun sayangnya, ketika kami ke sini, air ledeng tidak mengalir. Menurut informasi dari petugas, saat itu sedang terjadi kerusakan saluran air. Katanya juga, di sini tidak menggunakan air dari PDAM. Namun dialirkan langsung dari pegunungan yang ada di dekat pantai ini. Karena itulah rawan terjadi kerusakan kalau terjadi banjir. Tentu ini sangat mengganggu kami karena air di toilet tidak tersedia. Beruntung masih ada sisa air di tempat lain sehingga bisa kami gunakan.
Begitu juga ketika malam tadi kami sampai ke sini dan saya ingin salat, saya kesulitan mendapat air untuk berwudhu. Beruntung petugas di sini gercep mencarikan solusi. Petugas tersebut berusaha mencari air yang masih tersisa di penampungan. Untungnya masih tersedia. Saya ajungi jempol deh untuk petugasnya. Walaupun hari sudah larut malam dan hanya saya sendiri yang meminta air untuk berwudhu, tetap dilayani dengan baik.
Meski air bersih sempat tidak mengalir, tidak perlu khawatir untuk berkunjung ke Pantai Gedambaan ini. Saya yakin masalah air ini hanya sementara dan langsung diperbaiki. Kami saja yang kebetulan datang ketika sedang terjadi kerusakan. Hehe.
Toiletnya pun sangat terjaga kebersihannya. Saya malah baru pertama kali menemui toilet tempat wisata yang keramiknya bermotif. Biasanya kan dibuat seadanya ^_^
Potensi Ekonomi
Kotabaru memang terkenal dengan keindahan alamnya, terutama pantai. Banyak orang yang rela jauh-jauh datang ke sini untuk menikmati alamnya, termasuk kami berlima.
Kondisi alam yang indah membuat Kotabaru memiliki potensi pariwisata yang sangat besar. Hal itu akan berdampak terhadap perekonomian masyarakat. Misalnya saja di Pantai Gedambaan, masyarakat sekitar bisa membuka usaha penyewaan ataupun berdagang. Bisa berupa makanan dan minuman maupun produk khas yang bisa dijadikan oleh-oleh.
Nah, sayangnya ketika ke sini, saya agak kesulitan mencari oleh-oleh. Saya tidak tahu, apakah saya yang tidak melihat atau penjualnya sedang tutup. Sehingga kami mencari oleh-oleh di tempat lain (bukan di Pantai Gedambaan). Kalau memang belum ada, maka itu bisa menjadi ide usaha. Namanya wisatawan, biasanya akan mencari produk khas untuk dibawa pulang.
Semoga saja Pantai Gedambaan ini terus dikelola dengan baik. Selalu memberikan pelayanan yang maksimal dan terus berinovasi sehingga mampu menarik orang-orang untuk datang ke tempat ini.
Terlebih jika nanti pembangunan jembatan penghubung Pulau Kalimantan dan Kotabaru telah selesai, saya yakin akan membuat orang-orang lebih banyak datang ke sini karena aksesnya menjadi lebih mudah dan cepat.
Sekian dulu pengalaman pertama saya mengunjungi kabupaten berjuluk Bumi Saijan dan Pantai Gedambaan. Ini adalah perjalanan yang mengesankan. Semoga suatu hari nanti saya bisa kembali lagi ke sini.
.
Muhammad Noor Fadillah
Menyelesaikan pendidikan S1 Manajemen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Memiliki ketertarikan di bidang ekonomi dan manajemen. Telah menerbitkan 2 buku, 1 ebook, dan banyak tulisan lainnya yang tersebar di koran, media online, blog, dan platform lainnya.