Bergandengan Tangan Melestarikan Sasirangan
Beberapa waktu yang lalu saya berkesempatan mengunjungi Kota Solo. Kota yang selama ini dikenal sebagai salah satu penghasil batik terbaik di Indonesia. Kunjungan itu saya lakukan selama beberapa hari dalam rangka mengikuti pelatihan.
Acara pelatihan tersebut berlangsung dua hari di sebuah hotel. Dihadiri ratusan peserta dari berbagai daerah di Indonesia. Membuat satu ruangan yang luas itu menjadi penuh.
Di hari pertama, kami memakai baju batik. Sebagai orang Indonesia terlebih berada di kota batik, rasanya kurang afdol jika tidak memakainya.
Lalu sebagai urang Banjar, di hari kedua kami mengenakan baju sasirangan. Sebelum berangkat kami bahkan sudah membuat kesepakatan tentang pakaian. Sebenarnya tak ada yang menyuruh atau mewajibkan harus memakai sasirangan. Keinginan tersebut murni inisiatif kami.
Hal ini juga mengingatkan saya ketika masih mahasiswa dulu. Waktu itu saya berkesempatan mengikuti sebuah lomba di Yogyakarta. Pakaian yang kami gunakan tentu saja adalah sasirangan.
Sasirangan, Kain Kebanggaan Urang Banjar
Saya kira keinginan menggunakan pakaian sasirangan sudah menjadi pilihan alam bawah sadar sebagian besar dari kita (urang Banjar). Apalagi jika menghadiri sebuah acara yang mempertemukan banyak orang dari berbagai daerah. Sasirangan menjadi identitas diri yang membanggakan.
Sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk bangga dan melibatkan diri dalam melestarikan sasirangan. Terlebih sasirangan telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai salah satu kain tradisional warisan budaya tak benda.
Namun perlu diingat bahwa pelestarian sasirangan tak cukup hanya dengan mendorong masyarakat agar mau dan bangga memakainya. Salah satu pihak yang juga sangat perlu untuk kita beri perhatian adalah produsen.
Produsen yang dimaksud adalah para pengrajin atau pembuat kain sasirangan, terutama yang berskala UMKM. Mereka memiliki peran penting dalam menggerakkan ekonomi sekaligus melestarikan sasirangan. Bukan sekadar membuat saja, tetapi berkat tangan-tangan kreatif pengrajin lah yang menjadikan sasirangan dapat mengikuti perkembangan zaman.
Hari ini bisa kita saksikan sasirangan tak hanya berbentuk baju kemeja yang sifatnya formal, tetapi juga ada yang dibuat menjadi baju kaos, celana, jaket, jilbab, gamis, dan sebagainya. Hal itu membuat sasirangan semakin diminati masyarakat termasuk generasi muda.
Bayangkan jika pengrajin tidak melakukan kreasi atau inovasi. Barangkali sasirangan hanya bisa kita lihat atau pakai ke kondangan dan acara-acara formal saja. Oleh karena itu sudah seharusnya kita menaruh perhatian lebih kepada para pengrajin jika kita memang serius ingin melestarikan sasirangan.
Para produsen sasirangan pada faktanya tak jarang mendapati sejumlah kendala dalam menjalankan usahanya. Apalagi jika kita berbicara tentang permodalan. Masih banyak produsen kain sasirangan yang kesulitan modal sehingga usahanya lamban berkembang. Akibatnya berpengaruh terhadap kreativitas mereka dalam membuat sasirangan. Bahkan tidak menutup kemungkinan sampai mengalami kebangkrutan.
Peran Perbankan Dalam Upaya Pelestarian Kebudayaan
Melihat kondisi tersebut, pelestarian sasirangan harus melibatkan banyak pihak. Salah satu pihak yang dapat membantu pengrajin dalam hal ini adalah Bank Indonesia.
Bagi sebagian orang, Bank Indonesia barangkali dianggap “tak nyambung” dengan pelestarian kain sasirangan. “Mereka kan kerjanya ngurusin uang dan bank, bukan kain sasirangan,” begitu mungkin pikir sebagian dari kita.
Padahal Bank Indonesia juga memiliki peran penting dalam pelestarian kain sasirangan. Seperti yang selama ini dilakukan Bank Indonesia Kalsel yaitu memberi pelatihan kewirausahaan kepada pengrajin sasirangan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan skill berbisnis agar usaha sasirangan mereka dapat berkembang.
Selain itu Bank Indonesia Kalsel juga membantu memperkuat permodalan dengan menyediakan informasi sektor-sektor usaha yang layak dibiayai oleh perbankan. Informasi tersebut sangat berguna bagi perbankan dalam menyalurkan kredit dan tentunya membuat UMKM sasirangan dapat terbantu mendapatkan akses permodalan.
Apa yang dilakukan Bank Indonesia Kalsel saat ini perlu kita apresiasi karena telah menunjukkan kepedulian yang nyata terhadap sasirangan. Sebagai bank sentral, diharapkan hal ini dapat memacu pihak-pihak lainnya agar punya kepedulian yang sama. Terutama oleh pihak-pihak yang selama ini bersentuhan langsung dengan pengrajin sasirangan. Bergandengan tangan menjadi kunci untuk membuat sasirangan tetap lestari.
.
Muhammad Noor Fadillah
Menyelesaikan pendidikan S1 Manajemen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Memiliki ketertarikan di bidang ekonomi dan manajemen. Telah menerbitkan 2 buku, 1 ebook, dan banyak tulisan lainnya yang tersebar di koran, media online, blog, dan platform lainnya.